
Pengalaman Belajar Lintas Budaya dalam Winter School 2025
Winter School 2025 yang diselenggarakan oleh Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) ITB memberikan pengalaman belajar yang berbeda dan kaya akan wawasan lintas negara. Selama hampir dua minggu, peserta dari berbagai belahan dunia mengikuti rangkaian kegiatan yang mencakup kuliah daring dan kunjungan lapangan.
Kegiatan dimulai dengan kuliah daring pada 8 Agustus 2025, diikuti oleh kunjungan lapangan ke Pulau Santolo, Garut, Jawa Barat, pada 18–21 Agustus 2025. Sebanyak 34 peserta dari delapan negara dan sembilan universitas terlibat dalam program ini. Mereka berasal dari Universiti Sains Malaysia (10 orang), Poltekpar NHI Bandung (8), ITB (6), ISBI Bandung (4), University of the Philippines Diliman (3), Institut Teknologi Sains Bandung (2), RMIT University Australia (1), serta Universitas Pendidikan Indonesia (1).
Keberagaman Peserta Menjadi Kekayaan Program
Menurut Ketua Panitia, Bagas Dwipantara Putra, ST., MT., PhD, keberagaman latar belakang peserta, baik akademik maupun kewarganegaraan, membuat program ini kaya pertukaran pengetahuan dan pengalaman. Peserta datang dari berbagai negara seperti Indonesia, Tiongkok, Filipina, Australia, Mesir, India, Nigeria, hingga Afghanistan. Setiap peserta membawa perspektif unik yang memperkaya diskusi dan pembelajaran selama acara.
Hari pertama dibuka dengan kuliah daring internasional yang menghadirkan sejumlah pakar, antara lain Prof. John Connell dan Dr. Natali Pearson dari University of Sydney, Prof. Dr. Azizan Marzuki dari Universiti Sains Malaysia, serta dosen-dosen dari ITB, Poltekpar NHI, dan ISBI Bandung. Materi yang dibahas mencakup isu kerentanan masyarakat pesisir, pengelolaan pariwisata berkelanjutan, hingga kebijakan mitigasi bencana.
Pengalaman Lapangan yang Berharga
Pengalaman lapangan dimulai dari kunjungan ke Kampung Adat Cireundeu, Cimahi. Peserta belajar langsung tentang tradisi pangan berbasis singkong sebagai simbol kemandirian masyarakat. Selanjutnya, perjalanan berlanjut ke Pulau Santolo. Selama dua hari, peserta tinggal di homestay, berbaur dengan warga lokal, melakukan wawancara, pengamatan, serta survei lapangan. Mereka mengkaji potensi ekowisata, kondisi infrastruktur, dan kearifan lokal dalam menghadapi bencana.
Kegiatan ditutup dengan pengalaman budaya di Rumah Budaya Cikelet. Peserta disuguhkan seni tari, musik, hingga cerita rakyat setempat. Mereka juga mempelajari pengetahuan tradisional rumah adat Dukuh Cikelet, mengikuti workshop pembuatan gula aren, dan praktik gastronomi membuat nasi kojong khas setempat.
Hasil Karya yang Ditampilkan
Setiap kelompok peserta merangkum temuan mereka ke dalam video dokumenter, poster analisis, presentasi, serta paper akademik. Karya-karya tersebut akan dipublikasikan melalui media sosial resmi Winter School sebagai dokumentasi pengetahuan yang bisa diakses publik.
Program Winter School 2025 membuktikan bahwa proses belajar tidak terbatas pada ruang kelas. Pulau Santolo menjadi laboratorium hidup yang mempertemukan ilmu akademik, kearifan lokal, dan interaksi lintas budaya.
Rencana Masa Depan
Rencananya, kegiatan serupa akan kembali digelar tahun depan dengan tema berbeda. Winter School diharapkan menjadi ajang penting bagi mahasiswa yang tertarik pada isu perencanaan kota, arsitektur, kebencanaan, pariwisata, dan pembangunan berkelanjutan.
"Belajar dari masyarakat, bersama alam, dan untuk masa depan pulau-pulau kecil," tutup Bagas.
0 Komentar untuk "Pulau Santolo Jadi Laboratorium Belajar Mahasiswa Internasional di SAPPK ITB 2025"